Kamis, 19 November 2009

Keegoisan di balik Motivatisi (Sebuah Kritikan untuk Artikel Bapak Chaedar)

Artikel dengan judul “Membangun Mesin Reproduksi Pengetahuan” yang ditulis oleh Prof. A. Chaedar Alwasilah ini mencantumkan fakta-fakta mengenai lambannya perkembangan Indonesia dalam membangun mesin reproduksi. Sang penulis menyertakan berbagai pendapat dan kritikan-kritikan beliau dalam proses membangun mesin reproduksi. Berbagai pendapat maupun kritikan beliau saya nilai rinci dan mendalam. Tak heran, beliau merupakan seorang yang berpengalaman dalam bidang menulis.Tak lepas dari hal itu, Beliau menyertakan beberapa kalimat yang menjadi motivasi bagi para pembaca untuk menghasilkan sebuah karya tulis. Namun terdapat beberapa pernyataan beliau yang janggal. Pertama, beliau menuliskan bahwa tindakan malpraktek dalam pengajaran di Indonesia adalah Perguruan Tinggi yang cenderung mengangkat dosen dari lulusannya sendiri. Pada kenyataanya, beliau kini menduduki jabatan penting di sebuah universitas dan memegang pengaruh penting dalam penangkatan dosen-dosen di Universitas tersebut. Namun, mengapa Universitas tersebut masih melestarikan malpraktek itu?



Beliau menulis bahwa stadion olahraga dan laboratorium mikrobiologi tidak sepenting produksi menulis. Artikel yang ditulis dari sudut pandang seorang penulis setidaknya melihat dari aspek-aspek lain dan tidak seharusnya menganaktirikan aspek olahraga dan sains. Beliau yang notabene seorang penulis besar pasti tahu bahwa Negri ini belum jua memiliki stadion taraf internasional yang layak digunakan sebagai stadion Piala Dunia yang bisa membangun eksistensi negri ini ke muka dunia. Laboratorium mirobiologi merupakan perabot penting dalam pengembangan riset dan keilmuwan sains. Bagaimana para ilmuwan membuat suatu karya tulis lmiah dari hasil penelitiannya bila mereka tidak memiliki laboratorium yang layak? Maupun aspek olahraga atau sains, keduanya adalah aspek penting dalam bidang penulisan. Kedua aspek ini sangat disorot oleh dunia surat kabar. Banyak wartawan mengejar kabar-kabar terbaru olahraga dan sains. Hemat saya, stadion ataupun laboratorium merupakan langkah awal dalam menelurkan produsen menulis.

Kritikan beliau mengenai para ilmuwan yang mengkritik rendahya kualitas terjemahan buku teks dalam bahasa Indonesia, sementara mereka sendiri tidak pernah menerjemahkan atau menulis buku teks sendiri dalam bahasa Indonesia akan saya kritik. Bukankah membaca kritis merupakan langkah awal dalam menulis? Menurut saya, penulis pasti pembaca, namun pembaca belum tentu penulis. Akan lebih baik bila mereka melatih kekritisan pemikiran mereka dalam membaca, karena semakin kritis pemikiran mereka, semakin berkualitas tulisan-tulisan yang mereka hasilkan.
Selain itu, pajak karya tulis merupakan salah satu dari sumber pendapatan Indonesia, tidak ada salahnya bila negeri yang sedang merangkak ini mengambil pajak dari berbagai penghasilan. Bukankah ini pun akan dipakai demi kepentingan bersama? Apakah sebegitu egoisnya seorang penulis sampai mengorbankan kesejahteraan rakyat demi kepentingan penulis itu sendiri? Apakah selama ini penulis menulis untuk uang?

Beliau menyimpulkan bahwa ilmuwan linguistik dan sastra tidak mampu berkarya tulis. Suatu pemikiran yang negatif tentang para ilmuwan linguistik dan sastra. Bukankah akan lebih indah bila kata “tidak mampu” diganti dengan “belum mampu”. Seorang ilmuwan sastra telah mendalami bidang menulis selama bertahun-tahun dan titel ilmuwan yang mereka emban mencirikan kecakapan linguistik yang tinggi. Potensi mereka belum bangkit dan mereka butuh dukungan bukan doktrin negatif. Secara keseluruhan, artikel yang bersudut pandang seorang penulis ini lebih sering menggunakan kata “tidak” daripada “belum”. “belum” mencirikan bahwa suatu saat hal ini mungkin terjadi, masih ada harapan untuk menjadikannya nyata, berbeda dengan “tidak” yang hopeless. Padahal artikel ini dibuat dengan tujuan memajukan dunia karya tulis. Namun mengapa tujuan itu justru dimatikan oleh kata “tidak” yang hopeless ? tidakkah itu akan mematikan semangat para calon penulis besar dan membuat mereka rendah diri untuk bersaing di dunia menulis?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Don't be shy, let's share our understanding :)