Minggu, 11 Oktober 2009

ini malam hari, dan dia malaikat

Kala itu langit gelap, tak kusangka hari terlampau larut dan aku masih berlari-lari kecil menyusuri trotoar becek area pulogadung, dengan tas selempang kecil, aq berusaha melindungi kepalaku dari derasnya guyuran air mata langit. sudah tak ku pedulikan lagi cipratan lumpur yang membasahi, lebih tepatnya mengotori sepatu putih ku yang bertuliskan sebuah branded ternama. sesekali aq terhenti dan mengucap do'a ketika cahaya kilat disusul sambaran petir datang seolah Tuhan ingin menunjukan kebesaran-Nya padaku. 10 menit, 20 menit, hingga nyaris setengah jam aq berjalan di bawah guyuran air mata itu, tapi aq belum juga melihat tanda-tanda adanya angkutan umum yang lewat. Huft, mungkin Tuhan ingin mengujiku malam ini.



aku hanyalah manusia, walaupun secara fisik aku terlihat kuat dengan badanku yang kekar, namun setengah jam tertiup angin malam tanpa perlindungan apapun, jangankan mantel tebal yang hangat, sehelai cardigan tipis-pun tidak melekat pada badanku. aku mulai kesulitan bernafas karena tubuhku sibuk menggigil dan badanku bergetar seolah tersambar petir. pandanganku seolah kabur. ya, seolah..karena aq bahkan tak tahu apa yang ada di hadapanku kini, ada secercah cahaya yang aq anggap itu malaikat. Aku-pun mendekati cahaya putih malaikat itu dengan sisa-sisa tenagaku, langkahku gontai, mataku sayu, gerakan ku lunglai, jujur aku tak kuat lagi, Tuhan,,,akankah kau menolong hambamu ini walau disaat-saat terakhir dalam hidupnya??

bruukk !!
tubuh ku menimpa aspal trotoar, dagu ku terantuk tepat pada ujung anak tangga di dekatku, hingga tanpa sengaja bibir bawahku tergigit oleh kedua gigi depanku. sejumlah cairan amis ku rasakan keluar dari bibir bawahku. Luka di daguku-pun terasa perih terguyur oleh air hujan dan tercelup air genangan. Tuhan, apa kau tidak kasihan padaku??
sekejam itukah kau menentukan garis takdirku.
di tengah kemarahanku pada-Nya, aku menyempatkan diri mengucap saksi, bahwa Dia lah tuhanku
Walaupun kau kejam padaku, tapi aku masih mau bersaksi seperti itu. beruntung sekali kau memiliki hamba seperti ini.. sesaat setelah itu, semua menjadi gelap, hitam. Aku pasrah bila ini memang masanya ruh-ku lepas dari raga.

"hei.."

cahaya putih yang sekilas ku lihat di tengah malam, di bawah derasnya hujan itu mengeluarkan suara yang lembut, hey, mungkin ini suara bidadari?? secepat inikah aku ditempatkan di atas langit??

"kamu sudah sadar?"

aku mengerutkan dahiku, menyipitkan dan mengerjap-ngerjapkan mataku yang disilaukan oleh sinar yang serba putih setelah lama aku berada dalam kegelapan. yang dapat ku lihat di hadapan ku kini hanyalah seraut wajah penuh senyum tulus. persis seperti gambaran surga yang dulu diceritakan oleh guru agamaku.

"akan lebih baik untuk tubuhmu bila kamu meminum teh hangat ini"

aku tak mengacuhkan suara itu, aku masih bingung. kenapa dalam surga masih ada kasur dan tempat tidur? dan mengapa di dalam surga bidadari ini berjilbab?

"heii.."

aku menoleh ke arah bidadari itu, dan meraih segelas teh hangat dari tangannya.

"tadi aku liat kamu pingsan di depan, jadi aku bawa kamu ke dalam"
"aku pingsan??"tanyaku sambil memasang telinga, menunggu penjelasan darinya tentang apa yang terjadi tempo hari.
wanita itu hanya menganggukan kepala sambil tersenyum. Huft, ternyata ini semua bukan surga.

"rumah kamu dimana?"tanya wanita itu sembari membetulkan letak bantal di kepalaku
"cawang"jawabku singkat"sekarang aku dimana?"lanjutku
"ini rumahku"jawab wanita itu smbil tersenyum"hujanya sudah berhenti"
"oh, iya"
"mungkin kamu mau makan dulu?"
"gag usah, makasih"

'aku tak mau lama-lama merepotkan dia. aku harus cepat pulang' hanya itu yang ada dalam fikiranku. aku mengambil tas selempang ku yang masih setengah kering dan berjalan keluar ruangan.

Astaga, aku melihat banyak sekali orang-orang sepuh. mereka tengah mengobrol sambil duduk-duduk.beberapa nenek tersenyum ke arahku.

"hei, di sini pintu keluarnya" lalu wanita itu menuntunku menuju sebuah pintu, aku mengikuti nya.
"oh iya. maaf ya kalo tadi aku banyak merepotkan kamu",kataku ketika aku telah berada di depan rumahnya
"gag papa. daripada kamu mati di depan rumahku"
Aku masih heran, mengapa di rumah nya banyak sekali orang-orang sepuh??apakah sedang ada pertemuan keluarga di rumahnya? lalu kenapa semua anggota keluarganya sepuh??

***

"kar, kamu gag kuliah?" sebuah suara lembut membangunkanku "udah jam 7 kok masih selimutan gitu?" lanjutnya
"pusing, mah" jawabku tanpa menengokkan kepalaku ke arahnya, aku tetap meringkuk terjepit di antara selimut tebal dan kasur pegas yang nyaman ini. Tanpa memandang wajahnya-pun aku tahu yang tadi bertanya padaku ialah ibuku. Wanita terbaik yang pernah aku kenal sepanjang hayat, dia-lah motivator terhebat yang membuatku bersemangat menjalani hari-hari kuliahku yang membosankan, kalau bukan karena ingin membalas jasa-jasa beliau, untuk apa aku belajar keras di kampus?
setelah mendengar jawaban singkatku, wanita lembut itu keluar dari kamarku, dan aku mendengar dia kembali datang beriringan dengan seuara dentingan sendok dan cangkir kaca, sepertinya dia sedang mengaduk-aduk minuman. Dia mendekatiku dan menaruh cangkir itu di atas meja di dekat tubuhku lalu dia memberikan belaian sejuknya pada kepalaku yang panas.
"sekarang kamu istirahat aja dulu, biar mamah yang ngurusin perijinan kuliah kamu"
"makasih, mah. oia, tolong bilangin Antika, mah. bilang kalo karla gag bisa nganterin dia ke kampus"
"siap, anakku tersayaaang"jawab ibuku disusul senyum simpulnya.

***

Aku merasa sepertinya ada yang mengelus dahiku, aku pun membuka mata dan mendapati sosok seorang wanita yang paling aq sayang, setelah ibuku tentunya.
"Ka, bkan'a blg kalo mw dtg?"tanyaku sembari menyembunyikan keterkejutanku setelah mengetahui kedatangannya yang tak terduga.
"gag akh. takut ganggu kamu"jawabnya sambil tersenyum. senyum itu, mengingatkanku pada wanita yang menolongku tempo hari.
"kar, kayaknya aq gag bisa lama"disini. ada konsul ama dosen jam 1", kata Antika sembari melihat jam di pergelangan tangannya.
"yaaah, bentar amat sih, yank"kataku manja.
"aq udah disini daritadi, sayang. kamu sih, tidur aja"ujarnya sambil mengacak-acak rambutku dengan penuh kasih sayang, "aku pergi dulu ya, sayang. love u" pamit Antika dan dia pergi setelah meninggalkan kecupan lembut di dahiku.
ANTIKA RAHMANIAR ANJANI dialah sang pencuri handal, selama 21 thn aq hidup di dunia, hanya dia wanita yang dapat mencuri hati ini. Satu tahun sudah acara pertunangan kami digelar, namun aku masih mengingat jelas tiap detil peristiwa yang terjadi pada waktu itu. Sebuah perayaan sederhana di bawah sinar bulan dan bintang-bintang yang gemerlapan. Keluarga kami berdua serta beberapa kerabat dekat mengembangkan senyum terindah mereka ketika ibuku mengumkan sebuah berita gembira, berita mengenai pertuanagan anak tunggalnya dengan seorang wanita istimewa, seorang wanita yang pada malam itu mengenakan gaun biru, gaun polos yang sederhana. Namun itu sudah cukup membuat mataku hampir buta ketika melihat pesona yang dia pancarkan melalui mata bulatnya yang indah, seolah memancarkan cahaya yang lebih indah dari bintang-bintang di langit malam itu, mata yang terlihat mencolok di antara lampu-lampu taman yang gemerlapan. Dan adalah momen yang sangat mendebarkan ketika aku harus melingkarkan sebuah cincin perak dengan satu permata kecil di tengahnya ke jari tengah Antika yang kecil, ketika aku harus menyentuh tangan mungilnya yang terasa halus, seperti aku sedang memegang awan di atas langit.

Di tengah lamunanku, tanpa sadar aku tengah meraba cincin yang juga melingkar di jariku, cincin yang sama persis dengan yang dikenakan Antika, cincin perak dengan satu permata kecil di tengahnya.

***

jalanan siang itu nampak sepi. Aku yang tengah berjalan menyusuri trotoar tiba-tiba menghentikan langkah, sejenak aku melihat sekeliling. gedung-gedung itu, nampaknya tidak asing. aku mengingat-ingat sesuatu, sesuatu yang nampak samar di benakku.
Astaga, ini tempat aq pingsan malam itu. dan kini aq berdiri tepat di depan rumah gadis itu. entah ada angin apa yang mendorongku masuk ke dalam pintu tua yang terbuka lebar, dan seperti malam itu, aku menemukan belasan orang sepuh.
"maaf, nak. ada yang bisa saya bantu?"
"eh, iya...m-maksud saya engga, pak. saya gag ada perlu apa-apa" Ya ampuun, bapak-bapak itu benar-benar mengagetkanku, muncul tiba-tiba dengan senyum lebar yang menampakkan gigi kuning dan penampilannya yang nampak apa adanya dengan kemeja biru kedodoran dan celana bahan warna hitam.

"maaf ya,pak"
dengan perasaan malu aku bergegas pergi meninggalkan rumah tua itu.

"Hey,,"
sebuah suara seorang wanita memanggilku ketika aq baru beberapa langkah meninggalkan rumah itu, aku menoleh ke arah sumber suara itu, suara itu tidak asing, mengingatkanku pada bayangan yang tersirat di benakku pada suatu waktu yang belum njelas.
"ekh, kau,,,"
Iya, aku yang menolongmu tempo hari, dia memotong omonganku. "mampirlah sejenak di sini, banyak jus segar yang terbuang bila kau menolak tawaran ini", ujarnya
Setelah itu kami mengobrol panjang lebar dan tertawa bersama sambil berkeliling rumah, dan meminum jus segar tentunya. Banyak yang ingin aku kuak pada dirinya. Mengetahui bahwa ia hanya anak lulusan sma yang mengabdikan hidupya mengurusi panti jompo milik ayahnya belum memuaskan hatiku, ada sekelumit misteri yang ada pada dirinya.

***

"kar, lu mau ikut nonton gag?", ajak Feri, teman sepermainanku di kampus.
"gag, fer. gue ada urusan", aku menolak ajakannya dengan tegas.
akh, gag asik lu. kan kmren lu udah janji, kar?"
"gag bisa, cuy ! urusan gue ni lbih penting dri yang lu bayangin. ok"
teman kuliah ku itu langsung meninggalkanku dengan wajah sedikit kesal. Namun aku tidak terlalu memperdulikannya.

***

"selamat sore"
"soree, ekh, karla. Silahkan masuk" ajak wanita itu. Ya, inilah urusan yang kumaksud, hingga aku membatalkan janjiku dengan Feri dan membuatnya kesal setengah mati.
Lagi-lagi kami mengobrol panjang lebar, aku akui dya gadis yang smart, topik apapun yang kmi obrolkan, dya selalu tahu banyak tentng itu. Ada beberapa kata yang dia lontaran, yang membuat aku tergugah, statement yang mulai mempengaruhi fikiranku. Mengenai perbedaan kepercayaan yang kemi anut. Aku berusaha tidak mengacuhkan kata-kata itu tapi hatiku berkata sebaliknya, hingga aku penasaran dan mencoba menggali ilmu tentang kepercayaannya.

***

"ayah, aku ingin manjadi muslim"
ayah tak membalas kata-kataku, dia hanya menghentikan suapan makan malamnya dan setengah membanting sendok makannya.
"Karla !! kamu ngomong apa sih !!" bentak ibuku, baru kali ini aku mendengar ibu berbicara sekeras itu.
"Aku serius mengenai keputusan ini, mah", Lalu perdebatan besar kini terjadi di rumahku. Tak jarang ayah dan ibu menghardikku, menunjuk-nunjuk wajahku, dan tamparan keras ayah membuat suasana mendadak hening...

aq berdiri, berjalan keluar dan membanting pintu, tanpa pamit. aku tak tahu harus kemana, yang penting aku harus jauh-jauh dari rumah dan orang-orang itu. aku marah !! benar-benar marah !! Karena mereka tidak bisa menerima keputusan ku yang sudah bulat ini. Suatu hal yang percuma bila aku terus menanggapi kata-kata mereka, beserta doktrin-doktin negatif yang mereka canangkan pada orang-orang Muslim.

Ini malam hari, sangat gelap dan dingin. Dan aku hanya berjalan tanpa arah. Yang penting aku telah jauh dari rumah dan orang-orang itu.
Ini malam hari, gelap, dingin , dan aku ingin pulang !! Aku rindu kehangatan..
Lelah, aku kedinginan, aku duduk, lalu kemudian berbaring di pelataran toko, aku mengantuk dan memejamkan mata. 'memang berat perjuangan untuk menjadi benar' itu kata-kata yang terngiang di benakku.

Tiba-tiba cahaya putih itu datang lagi. aku terkejut dan membelalakkan mata. Ah, mungkin itu wanita panti jompo itu. mungkin tanpa sadar aku tengah berada di depan rumahnya lagi.

"Hei, aku..", aku tak melanjutkan bicaraku, dia mengulurkan tangan'a dan tersenyum, dan aku pun menyambutnya. Setelah itu semua mendadak terang, cahaya memancar dari segala arah hingga menyilaukan mataku. Aku memejamkan mata karena tidak sanggup menerima pancaran cahaya yang hebat ini.

Ini pagi hari, cerah sekali dan matari telah terbit. Ketika aku membuka mata dan berjalan badanku terasa sangat ringan. Ada banyak sekali orang di sini, mereka berkumpul mengitari sesuatu. Dua orang berseragam menggotong sebuah raga.
"Kasihan sekali pemuda itu, meninggal di usia yang sangat muda", seorang ibu paruh baya berbicara pada lelaki di sebelahnya, dia mengomentari raga yang dibawa petugas-petugas itu. Aku tak tahu itu siapa, wajahnya tertutup kain putih yang besar. Tapi aku dapat melihat jelas tangannya, putih kekar dan ada sebuah cincin yang melingkar. cincin perak dengan satu permata kecil di bagian tengahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Don't be shy, let's share our understanding :)