Jumat, 23 September 2011

Break The Rules !! Go Beyond The Limit !!-Focault and Derrida (2)

Kayaknya ga afdol kalo ga baca cerita sebelumnya, silahkan klik di sini kalo pengen tahu cerita asal mulanya MySpace

Michel Foucault
Jadi begini, pemirsah. Salah satu cerita teori tentang Michel Foucault, seorang ahli sejarah yang berasal dari Prancis berhubungan dengan seks.
Pemikirannya dibukukan dalam buku berjudul “The History of Sexuality”. Dalam buku itu, diceritakan seks adalah sesuatu yang dianggap tabu pada abad ke-19, seks dianggap sebagai sesuatu yang rawan dan mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Misalnya, oleh para pendeta, psikolog, penulis novel, dokter, politikus, dll. Maka dari itu orang-orang sangat berhati-hati dalam melakukan seks, bahkan untuk membicarakannya. Lalu, pemikiran kritis dari Foucault yang kebetulan seorang homoseksual menciptakan sebuah ‘The Represive Hypothesis’ yang menyatakan bahwa seks pada abad ke-19 adalah sesuatu yang perlu dibebaskan.

Foucault mengobrak-abrik teori yang sudah ada –bahwa seks dilarang- dengan pemikiran dari sudut pandang lain bahwa seks sebenarnya tidak ada. Seks ada karena banyak orang yang mendiskusikannya. Naah loo?MySpace
Lalu, beliau menerangkan bahwa sebelum abad ke-19, apa yang dilakukan orang-orang yang kini disebut seks, hanyalah suatu perbuatan alamiah yang dibutuhkan semua orang. Istilah seks, muncul karena seks didiskusikan dan diteliti (berarti kalo ga diperbicangkan, seks ga akan pernah ada kaan?). Pengelompokkan seks juga ada karena ‘discursive practices’ yang nantinya akan menciptakan pengelompokkan antara kaum minoritas dengan mayoritas, misalnya yang normal dengan abnormal, hyperseks dengan frigid, homoseks dengan lesbian, dll. Maka seks mulai dapat menunjukkan identitas seseorang, apakah dia termasuk yang minoritas atau mayoritas. AHHAAA !MySpace

Jacques Derrida
Jacques Derida dapat mematahkan teori Rousseau dengan pemikirannya  yang nyeleneh dan keluar dari arus. Sama seperti Foucault, Derrida tidak sepenuhnya menyetujui teori yang sudah ada dan malah mengkritisinya.
Teori filsafat dasar barat menyebutkan bahwa kebenaran ada karena memiliki wujud, pemikiran ada karena ada tanda yang menjelaskannya. Hal ini serupa dengan pendapat Rousseau bahwa Ide ada karena dijelaskan oleh ujaran, ujaran dapat dijelaskan oleh tulisan yang dapat mewakili pembicara bila pembicara tidak ada di tempat. Maka, tulisan hanyalah suplemen untuk menjelaskan ujaran. Lalu Derrida langsung nanya, “apa itu suplemen?”. 

Menurut kamus Webster, suplemen ialah pelengkap atau penambah. Jadi apakah tulisan sebenarnya hanya pendamping ujaran? Rousseau bahkan menganggap bahwa bahasa diciptakan untuk diujarkan, tulisan hanya menjelaskan ujaran dan mewakili ujaran, bahkan Rousseau menyebut tulisan sebagai “disease of speech”, an inessential extra, dan sesuatu yang dapat menyebabkan kesalahpahaman pada pembaca. Seperti yang dijelaskan oleh Rousseau dalam Confession, beliau menjelaskan sosok wanita yang sangat ia cintai dengan sebutan ‘Maman’ dalam bentuk tulisan yang dapat mewakili isi hatinya pada Madame de Warren yang dia sebut ‘Maman’ itu.

“i would never finish if i were to describe in detail all the follies that the recollection of my dear Maman made me commit when i was no longer in her presence. How often i kiss my bed, recalling that she had slept in it, my curtains and all the furniture in the room, since they belonged to her and her beautiful hand had touched them, even the floor, on which i prostrated myself, thinking that she had walked upon it”

Maman berfungsi sebagai suplemen yang mewakili kehadirannya dalam hati Rousseau. Namun, dalam pemikiran Derrida, Maman menjelaskan ibu Rousseau yang telah tiada dan ibu Rousseau yang telah tiada menjelaskan sosok Maman. Maka kedua objek itu saling menjelaskan dan keduanya ialah suplemen.
Jika kedua objek yang didapat adalah suplemen, lalu yang manakah objek yang realistis?

Derrida menjawab: TIDAK ADA, PEMIRSAH

Nah loh, kalo ga ada yang riil atau nyata. Trus yang ada di sekitar kita ini apa dong?
Kata Plato, semua yang ada dalam hidup kita hanyalah realita yang tidak akan pernah dapat kita temukan. Semua yang kita ketahui dalam hidup ini bersifat RELATIF.

“Hidup bagai berdiri membelakangi pintu gua, menghadap ke dalam gua. Kita dapat melihat bayangan yang lewat di belakang tubuh kita tanpa pernah mengetahui bayangan apa itu”,-Plato

Terus gimana kabar bahasa ujaran dan tulisan tadi?
Derrida menjelaskan ujaran dan tulisan ialah suplemen yang saling menjelaskan. Diantara keduanya tidak ada yang realita. Semuanya relatif, maksudnya batasan antara benar dan salah tidak sejelas hitam dan putih. 

Tidak ada yang mutlak benar dan mutlak salah, jujur saya sendiri belum ngerti pemikiran yang ini, walaupun saya tahu 1+1=2 adalah salah menurut penghitungan biner, terus kalo semua hal yang ada di dunia ini bersifat relatif, apa kabar dengan kitab suci?MySpace
#pusing

Tapi terlepas dari semua pemikiran filsafat yang ribet itu, esensi yang bisa kita petik ialah, hal yang kita butuhkan untuk merubah dunia hanyalah pemikiran yang melawan arus atau nyeleneh, pemikiran yang kritis, bahkan pemikiran yang sederhana namun keluar dari jalur dapat mengobrak-abrik teori yang sudah ada (dan membuat kita terkenal *ups).MySpace

Tapi guys, walaupun perbedaan benar dan salah itu relatif, berpegang teguh pada pedoman yang kita yakini dapat menjaga perilaku itu tetap dibutuhkan. Jadi, kita bisa BREAK THE RULES BEYOND THE LIMIT dengan satu batasan yang ga akan pernah bisa aku langgar, yaitu kitab suci. *relijius mode:ONMySpace

Sebenernya ini juga yang jadi alasan kenapa aku ngambil judul blog Beyond The Limit. Karena aku jengah dengan batasan-batasan blog harus ini, blog harus itu. Pengennya sih blog ini bisa menjadi perantara komunikasi antara aku dan para pemirsah sekalian. Pokoknya, semoga blog ini bisa mewakili pemikiran, isi hati, dan juga bisa bermanpaat bagi umat manusa. AamiinMySpace

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Don't be shy, let's share our understanding :)